Selasa, 24 Februari 2009

kekuatan hamas

Perlu diketahui, HAMAS bukanlah organisasi konyol yang gampang dihancurkan seperti apa yang dikatakan orang-orang. Strategi pergerakan dan perlawanan HAMAS begitu rapi sehingga tidak mudah untuk dihancurkan, bahkan dikatakan, apa yang dilakukan HAMAS selama 22 hari perjuangan melawan Israel Zionis beberapa waktu lalu belum mengerahkan 100% kekuatannya. Roket yang diluncurkan sekitar 900 roketpun belum ada 1% dari jumlah total roket yang ada. Terowongan yang dihancurkan pasukan Zionis baru 300 dari 900 terowongan yang ada dan ada anggota khusus yang bekerja 6jam sehari khusus menggali terowongan.

Berikut berita lebih lengkap dari jawapos tentang HAMAS:

———————–

Tutupi Wajah dengan Kafiyeh ala Ninja

Nama Brigade Izzudin Al Qassam kembali mencuat saat warga Gaza, Palestina, perang melawan Israel. Tempat persembunyian sayap militer Hamas itu menjadi target nomor satu mesin perang Negeri Yahudi itu. Namun, seperti “hantu”, mereka bergerak cepat dan diliputi kerahasiaan.

Izzudin Al Qassam berdiri hanya empat bulan setelah Syekh Ahmad Yassin mendeklarasikan Hamas pada 1987. Penggagasnya, antara lain, Sobhi Al Mazi (baca wawancaranya dengan Jawa Pos, 27 Januari 2009), Imad Aqel, Yahya Ayyash, Mohammad Al Deef, dan Hassan Salamah.

Mengambil nama pejuang Syria yang terbunuh dalam perang di Gaza pada 1936, sayap militer ini untuk mengoordinasikan gerakan perlawanan terhadap Israel. ”Dari yang semula sporadis, diarahkan menjadi strategis dan terarah,” kata juru bicara Hamas Fauzin Barhoum kepada Jawa Pos.

Aksi kelompok itu, antara lain, serangkaian pengeboman antara 2005-2007, termasuk lima aksi bom bunuh diri di Israel. Menurut Ahmad, salah satu kepala Fasheel (struktur tentara Hamas untuk menyebut setingkat kota), aksi bom bunuh diri tersebut merupakan balas dendam atas terbunuhnya Yahya Ayyash, pemimpin brigade, akibat ponselnya dipasang bom.

Penggantinya, Hassan Salamah, pun bersumpah membalas dendam dan mengotaki lima bom bunuh diri di Israel yang menewaskan sekitar 200 orang. ”Namun, Hassan Salamah ditangkap di Tepi Barat oleh tentara Israel dan dipenjara di sana,” kata Ahmad. Vonis yang dijatuhkan pengadilan Israel tak tanggung-tanggung. Yakni, hukuman penjara seumur hidup ditambah kurungan 1.125 tahun penjara. ”Vonis macam apa itu?” kata Ahmad kemudian menggeleng-gelengkan kepala.

Sejak Hassan Salamah ditangkap, kini tampuk kepemimpinan dipegang Mohammad Al Deef. Belajar dari pengalaman masa lalu (pimpinannya selalu menjadi target pembunuhan), laskar tersebut betul-betul menjaga kerahasiaan pimpinannya. ”Hanya pimpinan kelas tinggi yang bisa bertemu,” katanya.

Ahmad mengklaim hingga kini tak ada satu pun yang bisa mengidentifikasi siapa Mohammad Al Deef. Keberadaannya seperti legenda, tak pernah menetap, dan bila bertemu anak buah selalu mengenakan kafiyeh yang dipakai seperti ninja. ”Tak ada satu pun yang tahu wajahnya. Israel memang tahu nama ini, tapi tak pernah punya fotonya,” tutur Ahmad dengan nada sedikit bangga.

Bahkan, dalam setiap pertemuan pucuk pimpinan Al Qassam, tokoh ini tak pernah menunjukkan muka aslinya. ”Jadi, kalau dia (Muhammad Al Deef) melepas kafiyehnya dan berjalan-jalan, tak ada yang tahu. Saya sendiri pun tak akan pernah tahu,” tambahnya.

Soal merahasiakan pimpinannya, Hamas memang sangat ekstraketat. Ismail Haniyah, misalnya. Hingga kini Perdana Menteri Palestina tersebut hidup di tempat persembunyian. Ini setelah Israel bersumpah bahwa “Ismail Haniyah tak akan melihat lagi sinar matahari sampai Kopral Gilad Shalit (tentara Israel yang diculik Hamas) dibebaskan”.

Selain merahasiakan identitas para pentolannya, brigade itu membangun sistem untuk memperketat kerahasiaan tersebut. Dari penelusuran Jawa Pos, pasukan ini menggunakan sistem sel. Di antara anggota sel sering tak tahu satu sama lain. Kalaupun tahu, yang sekadar tahu bahwa temannya sama-sama anggota Al Qassam, tapi tak tahu dari sel mana.

Brigade itu membagi selnya sangat kecil, hingga hanya ada sekitar enam orang dalam satu kelompok yang dipimpin satu orang. Sebutannya adalah majmu’ah. Tiga atau lebih rais majmu’ah (pimpinan majmu’ah) kemudian mengelompok lagi menjadi tashkeel -setingkat kecamatan.

Di atas tashkeel, ada lagi struktur yang bernama fasheel -gabungan dari dua atau tiga tashkeel. Demikian terus berjenjang ke atas, para pemimpin fasheel mengelompok lagi menjadi sariyyah. Beberapa sariyyah itu mengelompok lagi menjadi katibah. Selanjutnya, beberapa pemimpin katibah membentuk struktur pimpinan pusat yang diberi nama liwa’.

Salah satu kiat untuk tetap menjaga kerahasiaan adalah dengan sebisa mungkin menghindari alat modern seperti ponsel, walkie talkie, dan peranti canggih lainnya. Dalam pertemuan penting, undangan tidak disampaikan lewat telepon atau SMS, tapi melalui kurir.

”Siapa pun tahu bahwa keunggulan mereka (Israel dan AS) adalah pelacakan lewat alat canggih. Maka, kami tak percaya dengan alat-alat canggih,” kata Ahmad.

Kalaupun terpaksa menggunakan telepon, bahasa yang digunakan pun ada kode tertentu, sehingga terkesan seperti pembicaraan biasa.

Soal hamniyah (kerahasiaan) memang menjadi salah satu kode etik anggota Al-Qassam yang terpenting selain masalah akhlak. Pelanggaran terhadap hal itu (hamniyah) merupakan pelanggaran terberat. Bila hanya berakibat mengganggu ritme kerja pasukan itu, maka sanksinya adalah dicopot keanggotaannya. Bila agak berat (seperti berkoar-koar di luar bahwa dirinya adalah anggota Izzudin Al Qassam), ditembak tapi pada bagian yang tidak mematikan, seperti kaki.

Namun, bila berat (misalnya sampai mengakibatkan kedok seorang pemimpin majmu’ah, tashkeel, fasheel, sariyyah, katibah, atau liwa’ ketahuan), anggota tersebut bisa dibunuh. Dengan kode etik seperti ini, anggota Al-Qassam lebih suka tak bicara macam-macam di luar lingkungan mereka. Ahmad kemudian memberikan contoh betapa efektifnya sistem seperti ini. ”Seperti anfaq (terowongan bawah tanah). Ada divisi khusus yang melakukan penggalian,” tuturnya.

Anggota yang bertugas membuat terowongan tersebut sama sekali tak pernah komunikasi dengan yang lain. Kerjanya tiap hari hanya menggali terowongan selama enam jam per hari (satu terowongan biasanya selesai dalam waktu empat hingga lima bulan). ”Yang lain baru tahu setelah terowongan tersebut jadi dan bisa dimanfaatkan,” urainya.

Hasil gerakan tutup mulut soal anfaq itu, Ahmad memperkirakan ada lebih dari 1.000 anfaq yang tersebar di seluruh Jalur Gaza. Ada yang antarkota, ada yang menembus Mesir, dan tak sedikit yang menembus batas wilayah Israel. ”Yang ke Israel sangat penting, karena dari sanalah kami biasanya menyusupkan para syahidin untuk mengebom,” lanjutnya. Dengan total anggota sekitar 50 ribu orang, Brigade Izzudin Al-Qassam tetap masih kuat untuk menghadirkan mimpi buruk bagi Israel.

Bocah 14 Tahun Sudah Lihai Memegang AK-47

JURU Bicara Hamas Fauzin Barhoum tersenyum ketika ditanya Jawa Pos apakah penghancuran Gaza oleh mesin perang Israel yang menewaskan lebih dari 1.600 orang tak membuat Hamas dibenci rakyat Palestina.

”Sama sekali tidak. Justru malah membuat kami semakin kuat. Anda akan lihat sendiri,” kata pria yang juga orang nomor empat di Hamas itu. Alasan Fauzin, Hamas dan juga Brigade Izzudin Al Qassam sangat mengakar di masyarakat.

Fauzin kemudian menguraikan pandangannya. ”Sekarang, mari kita telaah,” katanya. Dalam invasi yang terakhir, Israel memenangkan apa, menderita kerugian apa, dan Hamas kehilangan apa, memenangkan apa. ”Mengerahkan 40 persen kekuatannya, Israel hanya mengebom dan menembaki rakyat Palestina secara membabi buta begitu saja. Tapi, apa yang mereka menangkan?” katanya.

Fauzin juga mempertanyakan mengapa tiba-tiba Israel menghentikan serangan dengan mengumumkan gencatan senjata secara sepihak. ”Bila Olmert (Ehud Olmert, PM Israel, Red) mengatakan telah mencapai apa yang menjadi tujuannya, itu jelas omong besar. Kami malah semakin kuat,” katanya. Dari hitung-hitungan Fauzin, setidaknya 80 tentara Israel tewas dan belasan tank Merkava berhasil dihancurkan pejuang Hamas.

Selain 1.600 rakyat Palestina tewas, Hamas ”hanya” kehilangan 48 anggota intinya. ”Praktis, dalam agresi Israel lalu, boleh dibilang kami hanya berbuat sedikit saja. Dan, jangan lupa, kami sudah siap menerima serangan Israel,” tambahnya.

Dengan fakta seperti itu, Fauzin kembali mempertanyakan siapa memenangkan apa dan siapa yang mengalami kekalahan. ”Kekuatan kami tak juga melemah, bahkan semakin kuat. Selain itu, sejak awal serangan dilancarkan, kami menerima banyak permintaan syahid dari rakyat Palestina,” imbuhnya.

Fauzin tidak asal omong. Di Jalur Gaza, Hamas memang sangat kuat mengakar. Kondisi psikologi sosial di sana memang mendukung. Pertama, karena sedikitnya ”pilihan” idola di sana, anak-anak muda Jalur Gaza sangat mengidolakan pejuang-pejuang Izzudin Al Qassam.

Tak seperti Indonesia yang memiliki sekian saluran televisi dengan berbagai hiburan sejak bangun tidur hingga tidur lagi, saluran televisi (satu-satunya hiburan yang ada) hanya menyiarkan represi yang diterima Hamas, penderitaan rakyat Palestina, siaran religius yang membakar semangat jihad, dan film propaganda Izzudin Al Qassam. Tak heran, anak muda Jalur Gaza sangat terpesona dan begitu ingin menjadi bagian dari Hamas.

Selain itu, warga di Gazanya mengenal senjata sejak usia dini. Sebab, setiap anggota Al Qassam menyimpan senjata di rumah. Peralatan standar mereka adalah sebuah kevlar (rompi anti peluru), dua granat, sebuah AK-47 atau M-16, sepucuk pistol, tiga magasin, dan ratusan peluru.

Tentu saja anak-anak kecil di Hamas sering melihat kakak-kakaknya tampak gagah menenteng senjata. Selain itu, si kakak juga tak ”pelit” mengajari adik-adiknya memegang senjata. Jawa Pos melihat sendiri adik seorang anggota brigade yang berusia 14 tahun sudah lancar membuka dan mengunci AK-47, melepas magasin, mengisi peluru, memasangnya kembali, dan membidik dalam waktu sangat cepat. ”Saya ingin menjadi anggota Al Qassam,” kata Muhammad, nama bocah tersebut.

Hamas (dan Izzudin Al Qassam) juga memperlakukan anggota yang terbunuh dengan istimewa. Selain tak pernah menyebut ”tewas” (lebih suka menyebutnya dengan syahid), mereka membuat poster anggotanya itu dalam jumlah banyak dan ditempel di sepanjang gang. Bahkan, sebagian juga dibuatkan semacam buku biografi. Foto dalam poster itu ”dimontase” sedemikian rupa sehingga terlihat gagah mengenakan seragam militer dan menenteng senjata.

Karena itu, mati pun bukan menjadi sesuatu yang menakutkan para anak muda Palestina. ”Kami semua menunggu giliran untuk syahid. Kami menanti itu,” kata Hamzah, salah seorang anggota penting di fasheel Brigade Izzudin Al Qassam, Gaza City.

Hamzah mengakui, semua anggota Al Qassam akan menjawab ‘’siap” bila sewaktu-waktu mendapat perintah syahid. Selain itu, beberapa cerita mengenai ”karomah” para syuhada itu pun muncul. Misalnya, cerita tentang Mahmood Siam, anggota Izzudin Al Qassam yang tewas di medan pertempuran Jabaliya setelah membunuh enam orang tentara Israel.

Kabarnya, sebelum syahid, Mahmood sempat menelepon ibunya. Itu mengherankan karena Mahmood telah bersembunyi di sebuah terowongan selama empat hari. ”Tidak ada listrik, tidak ada pulsa, dan tidak ada sinyal. Bagaimana bisa dia menghubungi ibunya dan kemudian berpamitan syahid,” kata Hamzah.

Selain itu, Hamzah menunjukkan kepada Jawa Pos sebuah bandana berbau wangi yang dikenakan seorang pejuang Hamas yang tewas. ”Ini sudah dua minggu, tapi bandananya selalu wangi. Padahal, sama sekali tak pernah diberi parfum,” ucap Hamzah.

Cerita soal kafan yang berbentuk wajah bidadari yang seolah-olah mencium pejuang Hamas yang meninggal dan sejumlah cerita ”mistis” lain pun sering terdengar.

Terlepas dari benar atau salah, cerita-cerita tersebut mendorong tekad syahid dan berani mati anggota Izzudin Al Qassam semakin tinggi. Tidak ada yang ragu untuk menyatakan syahid.

Latihan Senjata di Sela Hidup Normal Kerja atau Belajar

Hamas bilang nyawa mereka tidak murah, karena terseleksi dari mujahid pilihan. Untuk rekrutmen anggota, track record mutlak dipentingkan. Bila menonjol, mereka bisa masuk pasukan khusus. Bila mereka siap menyongsong kematian, berpamitan kepada siapa?

KARDONO SETYO - Gaza

BERSIAP untuk mati sudah menjadi komitmen setiap anggota brigade Izzudin Al Qassam. Kepada Jawa Pos, Hamzah, anggota penting di fasheel Gaza City, lalu menceritakan pengalaman pribadinya saat hadir dalam pertemuan di tashkeel-nya pada 27 Desember lalu.

Pada awal pertemuan yang bersaman dengan gencarnya serangan Israel ke Gaza itu, kata Hamzah, sang komandan langsung tampil dengan kalimat yang menyentuh. ”Pertemuan ini hanya bagi mereka yang telah siap syahid. Bagi yang belum siap, silakan keluar dan melanjutkan pekerjaannya,” kata Hamzah menirukan pernyataan sang komandan.

Mendengar itu, lanjut Hamzah, semua hadirin terkesiap. Meski demikian, tak ada satu pun anggota itu yang keluar ruangan. Artinya, semua menyatakan siap syahid. Menurut Hamzah, satu-satunya yang “menghalangi” keinginan syahid adalah komando.

”Kami tak melakukan serangan ngawur. Misalnya, dengan memerintahkan banyak anggota untuk melakukan serangan bunuh diri ke Israel. Nyawa anggota kami tak semurah itu,” katanya.

Menurut dia, Al Qassam tak sembarangan melakukan serangan bunuh diri. ”Harus strategis. Nyawa kami tak murah dan balasannya harus setimpal,” tegasnya. Kemauan dan tekad berani mati inilah yang menjadi modal utama untuk melawan Israel.

Hamzah mengakui, yang membuat brigadenya tetap kuat adalah alasan bertempur. Tentara Israel bertempur untuk memperebutkan dan mendapatkan sesuatu, sementara Al Qassam bertempur dengan dasar keyakinan. ”Secanggih apa pun persenjataan Israel, bagaimana mereka bisa menghadapi kami?” katanya dengan nada tanya.

Rekrutmen anggota brigade Al-Qassam dilakukan dengan tertutup. Alih-alih mengumumkannya secara terbuka dengan memasang selebaran ”rekrutmen anggota baru”, hal itu sepenuhnya ditentukan oleh pimpinan tashkeel setelah koordinasi di tingkatan fasheel.

Hamzah kemudian menjelaskan, untuk menjadi anggota Al-Qassam harus menjadi anggota Hamas dulu. ”Kemudian harus aktif di liqa’ (kelompok kajian di masjid),” urainya. Setelah itu, para anggota Al-Qassam yang sudah menjadi murabbi (guru, Red) memantau satu per satu anggota liqa’-nya. ”Yang terlihat memenuhi syarat, itulah yang kami tawari menjadi anggota baru,” tambahnya.

Apa kriteria memenuhi syarat itu? Yang pertama, minimal hafal 15 juz Alquran, pengetahuan soal hadis dan sunah rasul yang mumpuni, dan yang terpenting track record di lingkungannya tidak buruk. ”Sebelum kami tawari masuk menjadi anggota baru, kami sudah melakukan penelitian terlebih dulu di lingkungannya. Kalau tidak baik, tentu saja tidak akan kami rekrut,” urainya.

Selanjutnya, anggota tersebut mendapatkan pelatihan kemiliteran secara berjenjang mulai dasar, menengah, hingga ke tingkat ahli. Namun, jangan dibayangkan pelatihan tersebut berlangsung intensif tiga tahun, misalnya, seperti lazimnya akademi militer. ”Karena anggota kami juga masih mempunyai kehidupan ‘normal’ seperti pelajar dan pekerja, pelatihannya pun bertahap. Misalnya, tiga hari di akhir pekan, atau seminggu penuh bila ada libur. Menyesuaikan waktunya,” ucapnya.

Tempat latihannya pun tersebar. Hamzah mengatakan, sebenarnya Al-Qassam mempunyai tempat pelatihan terpusat di kawasan Beit Lahiyya. Namun, pada 2006 lalu, tempat tersebut dihajar bom Israel hingga hancur. ”Kami kemudian memisahkan tempat pelatihan. Misalnya pelajaran menembak di kawasan A, sementara pelajaran membuat bom di kawasan B,” urainya. Diharapkan, dengan semakin kecilnya tempat latihan, Israel kesulitan melacaknya. Bila salah satu tempat pelatihan ketahuan dan dihancurkan sekalipun, kerugian tidak akan banyak.

Di dalam brigade itu, masih ada unit khususnya lagi. ”Yang terbaik dari setiap anggota Al-Qassam akan ditarik ke dalam asykar khusus (pasukan khusus),” tandasnya. Pasukan khusus inilah yang menjadi inti penyerangan maupun bertahan. Orang-orang yang tergabung dalam unit ini pun mendapat gemblengan khusus, agar minimal setara dengan Sayeret Matkal -unit khusus pembunuh di dalam Mossad, dinas rahasia Israel.

Hamzah mengatakan, setiap anggota khusus mempunyai multi keterampilan. Mulai menangani roket, meracik bom, hingga mengendarai pesawat. Unit inilah yang kini dipercaya menjadi pengawal setiap pimpinan Hamas. ”Unit inilah juga yang sekarang mengawal Ismail Haniyah,” tutur pria yang tergabung dalam pasukan khusus selama 2 tahun tersebut.

Ismail Haniyah adalah perdana menteri Palestina dari Hamas setelah memenangkan pemilu. Namun, karena ditolak AS dar Israel, dia digulingkan oleh Fatah. Kini dia diganti Salam Fayyad dari kubu Presiden Mahmoud Abbas.

Menariknya, Hamzah mengatakan bahwa bila tak lagi dinas, anggota Izzudin Al-Qassam kembali melebur di masyarakat. ”Kami juga mempunyai kehidupan normal. Punya istri, punya pekerjaan, yang pelajar tetap bersekolah,” urainya. Bedanya, keluarga anggota Izzudin Al-Qassam sudah siap menerima anggota keluarganya itu syahid. ”Seperti saya. Istri saya sudah siap bila sewaktu-waktu saya mendapat perintah syahid,” urainya, kemudian tersenyum. ”Bila ada perintah, saya cukup menghubungi istri saya, berpamitan, dan akan pergi syahid. Saya memang menantinya,” tambahnya.

Alih-alih melemahkan, serangan Israel yang membabi buta justru memperkuat tekad syahid dan membuat mereka semakin radikal. Maka keliru bila Israel beralasan menyerang Jalur Gaza dengan alasan untuk mendapatkan keamanan. Sebab, itu justru memperbesar tekad ratusan warga Jalur Gaza untuk membalas dendam -hingga bersedia menjadi pelaku bom bunuh diri. Keamanan Israel justru semakin terancam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar